TfMiBSz8TpMiGSWiBUO5GUriGi==
00 month 0000

Headline:

Kyai Ubaidillah Shodaqoh Susah Bedakan Audiens Medsos

SEMARANG. Rois Syuriah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH. Ubaidillah Shodaqoh mengaku kesulitan membedakan audiens atau followers saat berinteraksi di media sosial. Hal tersebut ia nyatakan saat mengisi Pelatihan Literasi dan Etika Bermedsos Bagi Remaja, di Semarang, Sabtu (28/5/2022).

“Di medsos ini tidak bisa membedakan audiens, sehingga kaidah likulli maqam maqal wa likulli maqal maqam (setiap tempat ada bahasa, setiap bahasa ada tempatnya) itu sudah tidak berlaku lagi” tegas Kyai Ubaid, sapaan akrab KH. Ubaidillah Shodaqoh.

Follower medsos yang beraneka latar belakang semuanya dapat bercampur di medsos, ia mencontohkan pegiat medsos yang paham fiqh seperti Rumail Abbas atau Nadirsyah Hosen akan bertemu dengan netizen yang tidak paham fiqh.

“Maka kita harus betul-betul bisa mengukur mana follower kita, bagaimana kita bicara dengan follower, dengan bahasa apa, sehingga kita tidak akan buas dan meniimbulkan perbedaan, perdebatan serta percekcokan di dunia maya, ini yang penting,” sambungnya.

Kyai dengan 52 ribu follower Twitter tersebut juga berpesan, agar orangtua berperan aktif memberikan pengawasan kepada anak-anaknya saat bermain gadget dan berinteraksi di medsos.

“Kita harus mengawasi, ketika mereka (anak-anak) membuka gadget, kalau yang diikuti orang yang baik ya alhamdulillah, tapi kalau yang diinkuti orang atau hal yang buruk ya nauzubillah,” tegasnya.

Sementara itu, pegiat sosial Rumail Abbas yang juga menjadi narasumber pelatihan tersebut mewanti-wanti agar netizen lebih bijak dalam dalam bermedsos tidak mudah terpedaya.

“Pikiran manusia bekerja untuk mematuhi dan mempercayai suatu hal yang sesuai dengan instingnya, bukan logikanya,” tegas pegiat sosial itu.

Rumail yang difollow atusan ribu follower Twitter Ini mencontohkan beberapa studi kasus, ujaran yang belum tentu bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya, diantaranya terkait ratna Sarumpaet.

“Kasus Ratna Sarumpaet dan semisalnya merupakan jenis hoaks kategori kabar bohong (motivasinya mengecoh) untuk tujuan tertentu yang bersifat politis,” ujarnya.

Selain itu, ada ujaran seperti tentang konspirasi covid 19, ia kategorikan sebagai jenis hoaks kategori konten menyesatkan (misleading content) dan kekeliruan konteks (false context) untuk tujuan refleksi dan pengelakan (denial).

Ia juga mencontohkan kasus yang terbaru yaitu kasus Indra Kenz. “Merupakan jenis hoaks kategori konten manipulatif (manipulated content) untuk tujuan keuntungan dan kejahatan,” ungkapnya.

Pelatihan literasi dan etika bermedsos bagi remaja dengan dua narasumber tersbut merupakan kegiatan yang dihelat oleh pengurus MUI Kota Semarang. Hadir dalam pelatihan tersebut jajaran pengurus MUI Kota Semarang diantaranya Bendum Dr. KH. Ali Imron, MAg, para wakil ketua Dr. KH. Ismail SM, MAg, Dr. KH. Amin Farih, MAg, Drs. H. Arifin, M.S.I, dan sejumlah pengurus lain serta undangan dari MUI Kecamatan se kota Semarang.


Daftar Isi

0Komentar

Formulir
Tautan berhasil disalin