Oleh:
Prof. Dr. KH.M. Erfan Soebahar, M.Ag.
Ketum MUI Kota Semarang
Prof. Dr. KH.M. Erfan Soebahar, M.Ag.
Ketum MUI Kota Semarang
Melangkah menuju tahun baru 2025 sering kita maknai sebagai perjalanan meretas asa dan meniti lembaran hidup yang lebih baik. Namun, jika kita menilik sejarah, terlihat bagaimana dinamika sosial dan keyakinan spiritual berperan penting dalam membangun peradaban.
Masyarakat pada masa-masa silam bertumpu pada iman dan optimisme untuk bertahan dalam berbagai tantangan. Kini, saat menyongsong 2025, kita pun dapat memetik pelajaran berharga dengan memanfaatkan pendekatan historis-sosiologis: bagaimana kepercayaan kepada Allah, semangat gotong royong, serta optimisme kolektif menjadi fondasi untuk penopang kehidupan bermasyarakat.
Iman di Persimpangan Sejarah
Sepanjang perjalanan umat manusia, iman kerap menjadi penggerak perubahan. Ketika sebuah komunitas berpegang teguh pada ajaran dan ketakwaan kepada Tuhannya, bangkitlah motivasi untuk terus maju. Al-Qur’an menegaskan hal ini:
ÙˆَÙ…َÙ† ÙŠَتَّÙ‚ِ اللَّÙ‡َ ÙŠَجْعَÙ„ Ù„َّÙ‡ُ Ù…َØ®ْرَجًا ÙˆَÙŠَرْزُÙ‚ْÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْ ØَÙŠْØ«ُ Ù„َا ÙŠَØْتَسِبُ
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”(QS. At-Talaq: 2–3)
Pada zaman Rasulullah saw, umat Islam tak hanya dituntun untuk beriman secara individual, melainkan juga mengekspresikannya secara sosial. Iman ternyata bukan sekadar ritual, tetapi menjadi pondasi membangun kehidupan yang bermartabat. Dari perspektif sosiologis, kepercayaan semacam ini menciptakan solidaritas antarsesama—membuat setiap ujian menjadi peluang untuk tumbuh.
Optimisme Kolektif: Belajar dari Pengalaman Nabi dan Sejarah Bangsa
Dalam literatur Islam, rasa optimis berkelindan dengan sikap sabar dan syukur. Rasulullah saw bersabda:
"Ø¥ِÙ†َّ Ø£َÙ…ْرَ الْÙ…ُؤْÙ…ِÙ†ِ ÙƒُÙ„َّÙ‡ُ Ø®َÙŠْرٌ..."
“Sungguh menakjubkan perkara orang beriman. Semua urusannya adalah kebaikan baginya...” (HR. Muslim No. 2999)
Pernyataan ini seolah menegaskan prinsip “tak ada kata rugi” bagi orang-orang beriman. Optimisme ini tak lahir dari angan kosong; ia tumbuh karena keyakinan bahwa Allah Swt senantiasa membimbing dan menolong.
1. Inspirasi Nabi Yusuf a.s.
Kisah Nabi Yusuf a.s. dalam Al-Qur’an memperlihatkan kekuatan iman dan optimisme menembus rintangan sosial. Dari suatu sumur, dijual sebagai budak, hingga difitnah dan dipenjara, semua itu dihadapinya dengan keyakinan teguh. Akhirnya, beliau diangkat menjadi pemimpin yang berjasa besar bagi masyarakat Mesir. Secara sosiologis, kisah ini menggambarkan betapa keyakinan dapat mengubah ketidakadilan dan kesulitan menjadi cerita kesuksesan.
2. Hikmah dari Perang Uhud
Meskipun umat Islam pernah mengalami kekalahan menyakitkan dalam Perang Uhud, mereka tidak berlarut-larut dalam kekecewaan. Mereka justru bersatu kembali, mengobarkan semangat juang yang baru. Ini mencerminkan pola sosial: kegagalan kolektif sering memicu evaluasi dan pembenahan, yang pada akhirnya memperkuat tatanan masyarakat. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
"Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. Ali ‘Imran: 139)
3. Kebangkitan Nusantara
Konteks Indonesia pun demikian. Berbagai krisis—ekonomi, politik, maupun sosial—seringkali memaksa masyarakat untuk mempererat persatuan. Dari segi historis, gotong royong dan keyakinan akan pertolongan Tuhan menjadi katalis bagi kebangkitan berulang kali. Tahun 2025 sejatinya dapat menjadi momentum meneruskan nilai-nilai ini, membangun kekuatan kolektif yang berlandaskan iman.
Menjejak Tahun 2025: Tiga Langkah Konstruktif
1. Memperdalam Iman dan Takwa
Bagaikan akar pada sebatang pohon, iman dan takwa menyalurkan nutrisi spiritual yang vital bagi kehidupan. Dengan dasar ini, seseorang maupun kelompok akan menemukan pegangan teguh di tengah berbagai badai persoalan.
2. Membangun Keberanian Menghadapi Tantangan
Sejarah membuktikan, krisis tak jarang melahirkan generasi tangguh. Masa-masa sulit menuntun kita untuk sabar, berbenah, dan bangkit. Teruslah melangkah, karena Allah menjanjikan jalan keluar bagi mereka yang berikhtiar.
3. Mengoptimalkan Kolaborasi Sosial dan Tawakal
Satu tangan tak akan sanggup menyelesaikan persoalan bersama. Pelajaran dari masa lalu menunjukkan bahwa kerja sama sosial—dibalut semangat tawakal—adalah kunci terbentuknya kemajuan. Lakukan yang terbaik, lalu pasrahkan hasilnya pada Allah dengan penuh keikhlasan.
Penutup
Menyongsong Tahun 2025 bukan sebatas berandai-andai tentang apa yang akan terjadi. Sejarah membuktikan bahwa iman yang mantap, dibarengi sikap optimis, dapat menjadi “bahan bakar” untuk menggerakkan perubahan besar di tengah masyarakat. Dari kisah para nabi hingga perjalanan bangsa, kita diajak merenung bahwa di setiap krisis selalu ada jalan terbuka, selama kita tetap bertawakal dan berusaha.
اللهم اجعل هذا العام عام خير وبركة لنا ولجميع المسلمين
“Ya Allah, jadikanlah tahun ini tahun yang penuh kebaikan dan keberkahan bagi kami dan seluruh kaum Muslimin.”
Ikhtitaman, semoga semangat historis-sosiologis yang ditempuh ini memandu kita menyongsong Tahun 2025 dengan keyakinan dan keteguhan hati, agar setiap langkah kita menjadi amal bermanfaat dan mendatangkan ridha Allah, Amin.
[Semarang, Rabu 8 Januari 2025, KHM. Erfan Soebahar]
0Komentar