Proses Pelestarian Wahyu Masa Nabi Muhammad SAW.

Oleh HM. ERFAN SOEBAHAR Pendahuluan Wahyu Nabi Muhammad saw yang sampai kepada kita sekarang dalam bentuk tertulis, dalam kitab Al-Quran dan Hadis, pada awalnya berupa penyampaian-penyam paian kalam Ilahi kepada Nabi Muhammad saw. Ia seperti dimaklumi, tidak turun sekaligus, melainkan disampaikan setahap demi setahap hingga wahyu yang terakhir, dalam masa sekitar 23 tahun, waktu Nabi berada di Mekkah dan di Madinah. Pada masa Nabi saw, wahyu tersebut belum sebagaimana sekarang. Ia masih berupa data-data yang direkam dalam banyak bentuk, seperti tulisan-tulisan di tulang, di atas kulit, pelepah kurma, lempengan-lempengan batu, di samping juga diingat dikepala para sahabat. Al-Quran, yang kini direkam dalam kitab berisi 6.236 ayat, dengan demikian pernah mengalami proses pelestarian; demikian juga dengan hadis yang kini sudah terekam dalam tak kurang dari 16 judul kitab, juga pernah melalui proses pelestarian. Kedua sumber ajaran yang sama wahyu Allah Swt kepada Nabi Muhammad saw itu, sama-sama melalui proses pelestarian hingga sampai ke tangan kita sekarang. Pokok masalah yang perlu dijawab melalui makalah ini: Bagaimana sebenarnya proses pelestarian wahyu (: Al-Quran dan Hadis) pada masa Nabi Muhammad saw? Jika dirinci lebih lanjut, maka fokus masalahnya adalah sebagai berikut: Apa sebenarnya wahyu (Al-Quran dan al-Hadis) itu? Mengapa keduanya sama disebut wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw? Bagaimana proses pelestarian Al-Quran itu pada masa Nabi? Dan bagaimana pelestarian hadis itu pada masa Nabi? Adakah usaha-ushaha pelestarian keduanya setelah masa Nabi saw. Kitab al-Quran dan Hadis Ada dua warisan yang ditinggalkan Nabi saw kepada kita, yaitu Al-Quran dan Hadis. Keduanya merupakan kitab yang diyakini sebagai wahyu Allah Swt, yang tidak akan tersesat jika kita berpegang teguh pada keduanya: تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما ان تمسكتم بهما كتاب الله وسنت رسوله Aku telah tinggalkan kepada kalian dua pegangan, yang tidak akan tersesat selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul (Hadis) (H.R. al-Bukhari dan Muslim). Dua kitab di atas yang sekarang sama menjadi pegangan umat muslim di se-luruh dunia, yang juga dibaca oleh umat non-muslim – karena sama memiliki misi rahmatan li al-‘Alamin – adalah pegangan hidup umat manusia untuk diamalkan di dalam kehidupan agar dapat menempuh kehidupan yang lurus dan menyelamatkan. Al-Quran apa itu sebenarnya? Al-Quran yang menurut bahasa berarti: bacaan, atau al-maqru’ (kitab yang dibaca), menurut istilah seperti dikemukakan oleh Prof. Dr. KHM.A. Syafi’i Abdul Karim dikatakan: القرآن هو كلام الله المنزل على محمد بواسطة جبريل المنقول با لتواتر المتعبد بتلاوته Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, melalui Malaikat Jibril, yang dipindahkan secara mutawatir, yang dianggap ibadah dengan membacanya. Beda kitab Al-Quran dengan yang lain, di samping karena ayat-ayatnya ditu- runkan secara mutawatir, juga dalam membacanya dianggap ibadah (yang berpahala). Selanjutnya hadis, yang secara bahasa berarti yang dekat, atsar, serta khabar. Menurut istilah para ahli hadis adalah: ما أضيف للنبي صلى الله عليه وسلم قولا أو فعلا أو تقريرا أو نحوها . Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw baik berupa perka-taan, perbuatan, penetapan atau yang semisalnya. Dari pengertian di atas, hadis itu adalah laporan yang perolehan datanya dika-itkan kepada Nabi saw, baik yang qauliyah, fi’liyah, taqririyah, atau persifatan. Lapor-an demikian berisi banyak cakupan, yang sejalan dengan Al-Quran. Al-Quran dan hadis berisi hal-hal yang dapat disarikan sebagai berikut ini: 1. Aqidah, 2. Ibadah, 3. Mu’amalah, 4. Akhlak, 5. Kisah-kisah para nabi dan kehidupan, dll. Keduanya disebut wahyu, karena memang berisi wahyu Allah, yang turun ke tengah-tengah kehidupan manusia melalui Nabi Muhammad saw. Allah Swt, untuk itu berfirman: وما ينطق عن الهوي إن هي الا وحي يوحى Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucap-annya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S. Al-Najm (53): 3-4) Pelestarian Wahyu pada Masa Nabi saw Pelestarian Al-Qur’an Al-Quran sejak diturunkan pertama kali sudah dimintakan oleh Nabi saw untuk ditulis kepada para Sahabat. Setiap ayat-ayat yang turun, yang banyak disaksikan oleh para sahabat secara mutawatir, diperintah oleh Nabi saw untuk ditulis. Banyak upaya yang dilakukan berkaitan dengan pelestarian Al-Quran, di antaranya: • Ditulis oleh para penulis wahyu seperti Zaid bin Tsabit, Ali bin Abu Thalib, Usman bin Affan Ubai bin Kaab, dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan; • Dihafalkan oleh para sahabat dalam berbagai kesempatan seperti di waktu salat, waktu temu bersama; • Malaikat mengecek Al-Quran sewaktu bulan ramadhan, • Dijadikan sumber ajaran keagamaan yang dikuatkan dengan hadis. Pelestarian Hadis • Sekalipun ada larangan menulis hadis (terutama yang di lembar yang satu dengan Al-Quran), tetapi Nabi saw dalam banyak kesempatan menyuruh sahabat untuk menulis hadis seperti: untuk Abu Syah, untuk menyurati sejumlah Raja agar menurutu seruan masuk agama Islam; • Dihafalkan oleh para sahabat, selain juga menghafalkan Al-Quran; • Sahabat yang sadar bahwa larangan yang diikuti dengan suruhan itu berati perbu- atan yang boleh dilakukan, menulis hadis di dalam dokumen masing-masing, seperti Sahabat Abu Bakar, Amr bin Ash, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Hurairah; • Dijadikan sumber ajaran keagamaan di samping Al-Quran. Usaha Pelestarian Lanjutan Setelah masa Nabi saw, Al-Quran yang sudah tuntas ketentuannya dari Nabi saw, setahap demi setahap difinalkan pelestariannya, hingga ia tuntas dibukukan dengan lengkap sekaligus model mushafnya di masa Khalifah Utsman, yang terjaga dengan baik hingga sekarang. Hal demikian beda dengan hadis. Hadis, tidak disuruh tulis oleh Nabi saw. Namun, ia bersama Al-Quran dijadikan sumber ajaran keagamaan untuk dilaksana kan di dalam kehidupan. Karenanya, baik terhadap Al-Quran maupun terhadap hadis, sama dipegangi asumsi yang sama. Para ahli hadis berasumsi, “Ada kesepakatan batin umat untuk menghadapitantangan sumber ajaran keagamaan, bahwaselain membu-kukan Al-Quran mereka juga sepakat membukukan hadis pada waktu yang tidak sepaket dengan pembukuan Al-Quran; mereka juga bertekad menyelesaikan persoalan kedua nash itu untuk menghadapi tantangan kehidupan umat masa kemudian” (Erfan, Respons Muhadditsun Menghadapi Kehidupan Umat, 2005:26). Dengan asumsi itu, baik Al-Quran maupun hadis, sama tetap dilestarikan oleh umat sampai dibukukannya secara resmi. Hanya saja, Al-Quran jauh lebih cepat selesainya dari hadis. Karena Al-Quran memang disengaja dari awal pro- ses penyelesaian pembukuannya, sementara hadis disusuli kemudian, terutama, setelah disepakati untuk dibukukan secara resmi yang dilakukan secara bulat dan bertahap sejak masa pemerintahan Khalifah Umar bin ‘Abdul Aziz (99-101 H), dari kalangan tabiin. Penutup Pelestarian wahyu Al-Quran dan hadis dilakukan sejak masa Nabi Muhammad saw, yang dilanjutkan ke masa-masa sesudahnya. Keduanya, tetap dalam upaya pelestarian sehingga selesai dibukukan secara resmi. Al-Quran selesai dibukukan pada masa Sahabat Utsman, sedang hadis yang bermula sejak masa Tabiin, selesai juga dibukukan pada beberapa sesudahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *